WELCOME TO MY BLOG

23 Agustus 2009

Lagi - Lagi Malaysia !



created by : Nico Sigiro

Sungguh sangat ironis sekali yang sedang dialami oleh Negara Republik Indonesia akhir - akhir ini. Negara tetangganya, yaitu Malaysia beberapa hari yang lalu kembali membuat "ulah" dengan mengklaim bahwa tari pendet yang berasal dari Bali, Denpasar merupakan kebudayaan yang berasal dari Negara Malaysia.
Jika kita mengingat kembali kebelakang, "ulah" seperti ini bukan baru pertama kali dilakukan oleh Malaysia. Berikut beberapa kebudayaan Indonesia yang pernah diklaim oleh Malaysia sebagai miliknya :
Tahun 2007
- Malaysia menggunakan lagu Rasa Sayange dalam kampanye wisata Malaysia, yakni "Truly Asia".
- Malaysia mengklaim tari barongan yang mirip dengan kesenian Reog sebagai kesenian asli negara itu.

Tahun 2008
- Malaysia mengklaim batik dan beberapa motif nya sebagai warisan budaya mereka.
- Malaysia mengklaim angklung, yang mereka sebut Bamboo Malay sebagai alat musik tradisional mereka.

Tahun 2009
- Malaysia mengklaim Tenun Ikat Sambas dari Kalimantan Barat sebagai produk negara tersebut
- Tari Pendet khas Bali digunakan oleh Malaysia dalam iklan Visit Malaysia Year

Setelah adanya masalah pengklaiman ini kemudian timbul sejumlah pertanyaan di pikiran kita semua, salah satunya adalah Siapa sebenarnya pihak yang salah sehingga masalah ini terjadi terulang kembali ?

Pada awalnya, Tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tari yang tercipta pada awal tahun 70-an ini, menggambarkan penyambutan atas turunnya Dewa - Dewi ke alam marcapada yang merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Lambat laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Taburan bunga yang ditebarkan di hadapan para tamu sebagai ungkapan selamat datang.

Terlepas dari sejarah perkembangan tari pendet ini, selanjutnya saya akan lebih membahas ke dalam bidang Hukum atas masalah yang sedang dihadapi Indonesia ini.
Suatu hasil nilai (cipta, rasa dan karsa) sebenarnya telah terdapat "payung hukum" di Indonesia, yakni tercantum dalam Undang - undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Berdasarkan UU ini yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah "merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) butir e UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta, suatu tarian (Tari Pendet) merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi oleh UU ini.

Falsafah yang mendasari adanya pemberian royalti terhadap Hak Cipta sebagai bentuk penghargaan bermula dari Teori Hukum Alam yang didengungkan oleh John Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka abad XVIII. Locke mengatakan bahwa hukum alam telah memberikan hak eksklusif atas suatu karya cipta, memberi kepada individu hak untuk mengawasi karya-karyanya dan mendapat kompensasi yang adil atas kontribusinya kepada masyarakat.
Perlindungan hukum hak cipta di Indonesia saat ini dapat dikatakan cukup memprihatinkan, walaupun telah dituangkan dalam bentuk Undang-undang (UU).
Penegakan hukum UU No.19/2002 tentang Hak Cipta masih belum dapat dikatakan berjalan dengan baik meskipun dari segi isi sudah diusahakan agar ketentuan-ketentuannya lebih sesuai pedoman atau standar yang digariskan Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Right atau Perjanjian TRIPs tahun 1994 dengan mengakomodasi perkembangan yang terjadi.

Pemerintah (Negara) sebagai pelindung rakyatnya sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 haruslah diartikan tidak hanya sebatas perlindungan dalam bentuk "fisik" melainkan harus pula melindungi "sesuatu" yang telah dihasilkan (diberikan) rakyat kepada Negaranya, dalam hal ini salah satunya adalah Hak Cipta. Seringkali kita mendengar istilah "bergerak jika ada masalah dulu". Istilah itu lah yang mungkin masih dipegang teguh oleh Pemerintah kita saat ini. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri dengan kenyataan yang ada, seperti beberapa masalah yang berkaitan dengan direbutnya 'harkat dan martabat' bangsa Indonesia akhir-akhir ini. Ibaratnya setelah ada suatu masalah barulah terjadi 'kebakaran jenggot', pemerintah bertindak cepat-cepat ketika Negara lain 'menyerang' nya. Dari beberapa sumber media massa, disebutkan memang benar Pemerintah kurang memperhatikan salah satu aspek kehidupan masyarakat,yakni budaya karena pemerintah cenderung lebih memberikan perhatian kepada aspek kehidupan di bidang ekonomi dan politik.
Negara Malaysia memang 'kritis budaya' sehingga pemerintah di Negara tersebut melihat dan memanfaatkan kondisi di Negara tetangganya (Indonesia) untuk dijadikan keuntungan bagi Malaysia.

Rakyat sebagai subyek lainnya dalam suatu Negara juga seharusnya turut menjaga dan melestarikan kebudayaannya di negeri sendiri. Hanya segelintir kalangan rakyat Indonesia yang sangat memperhatikan hal ini (budaya), yakni seperti seniman, budayawan, dan musisi. Sisanya dapatlah saya katakan masih belum memiliki perhatian terhadap kebudayaan di negerinya, kalangan masyarakat ini sudah melupakan (mungkin tidak mengetahui sama sekali) akan kebudayaan yang ada disekitar mereka dan cenderung lebih menyukai budaya barat yang telah ter-difusi di lingkungan mereka.

Akhir kata, sekali lagi saya sangat prihatin akan masalah Tari Pendet ini. Pemerintah seharusnya lebih menjaga kebudayaan yang ada di Negara-nya dan haruslah bertindak preventif sehingga dikemudian harinya masalah ini tidak akan kembali terjadi lagi. Masyarakat Indonesia sebagai pengawas intensif terhadap kebudayaan haruslah merawat dan melestarikan budaya di negeri asalnya. Bukan suatu hal yang salah untuk menyukai "budaya luar" akan tetapi alangkah bagiknya apabila 'menyaring' terlebih dahulu budaya luar yang masuk tersebut dan tidak melupakan budaya asalnya.

Terhadap Malaysia, kami sebagai putra-putri bangsa Indonesia TIDAK TAKUT dan PANTANG MENYERAH !!! Meskipun kau (Malaysia) sering mengklaim budaya kami, hal ini justru membuat kami lebih berkarya di Negeri kami sendiri dan biarkan lah masyarakat Internasional yang akan menentukan Negara mana sebenarnya yang TIDAK MEMILIKI JATI DIRI-nya (MALAYSIA) !!!

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates