WELCOME TO MY BLOG

13 Mei 2009

Definisi Karate


Karate berasal dari pengucapan dalam bahasa Okinawa “kara” yang berarti Cina dan “te” yang berarti tangan. Selanjutnya arti dari dua pengucapan itu adalah tangan Cina, teknik Cina, tinju Cina. Selanjutnya sekitar tahun 1931 Gichin Funakoshi – dikenal sebagai Bapak Karate Moderen – mengubah istilah karate ke dalam huruf kanji Jepang yang terdengar lebih baik.

Tahun 1936 buku Karate-do Kyohan yang diterbitkan Funakoshi telah menggunakan istilah karate dalam huruf kanji Jepang. Dalam pertemuan bersama para master di Okinawa makna yang sama diambil. Dan sejak saat itu istilah “karate” dengan huruf kanji berbeda namun pengucapan dan makna yang sama digunakan sampai sekarang.

Saat ini istilah karate berasal dari dua kata dalam huruf kanji “kara” yang bermakna kosong dan “te” yang berarti tangan. Karate berarti sebuah seni bela diri yang memungkinkan seseorang mempertahankan diri tanpa senjata.

Menurut Gichin Funakoshi karate mempunyai banyak arti yang lebih condong kepada hal yang bersifat filsafat. Istilah “kara” dalam karate bisa pula disamakan seperti cermin bersih yang tanpa cela yang mampu menampilkan bayangan benda yang dipantulkannya sebagaimana aslinya. Ini berarti orang yang belajar karate harus membersihkan dirinya dari keinginan dan pikiran jahat.

Selanjutnya Gichin Funakoshi menjelaskan makna kata “kara” pada karate mengarah kepada sifat kejujuran, rendah hati dari seseorang. Walaupun demikian sifat kesatria tetap tertanam dalam kerendahan hatinya, demi keadilan berani maju sekalipun berjuta lawan tengah menunggu.

Demikianlah makna yang terkandung dalam karate. Karena itulah seseorang yang belajar karate sepantasnya tidak hanya memperhatikan sisi teknik dan fisik, melainkan juga memperhatikan sisi mental yang sama pentingnya. Seiring usia yang terus bertambah, kondisi fisik akan terus menurun. Namun kondisi mental seorang karateka yang diperoleh lewat latihan yang lama akan membentuk kesempurnaan karakter. Akhiran kata “Do” pada karate-do memiliki makna jalan atau arah. Suatu filosofi yang diadopsi tidak hanya oleh karate tapi kebanyakan seni bela diri Jepang dewasa ini (Kendo, Judo, Kyudo, Aikido, dll).

Sejarah Karate

Sejarah karate sampai saat ini tidak begitu jelas, sehingga untuk mengetahuinya sedikit banyak harus mempercayai dari cerita dan legenda.

Menurut sejarah sebelum menjadi bagian dari Jepang, Okinawa adalah suatu wilayah berbentuk kerajaan yang bebas merdeka. Pada waktu itu Okinawa mengadakan hubungan dagang dengan pulau-pulau tetangga. Salah satu pulau tetangga yang menjalin hubungan kuat adalah Cina. Hasilnya Okinawa mendapatkan pengaruh yang kuat akan budaya Cina.

Sebagai pengaruh pertukaran budaya itu banyak orang-orang Cina dengan latar belakang yang bermacam-macam datang ke Okinawa mengajarkan bela dirinya pada orang-orang setempat. Yang di kemudian hari menginspirasi nama kata seperti Jion yang mengambil nama dari biksu Budha. Sebaliknya orang-orang Okinawa juga banyak yang pergi ke Cina lalu kembali ke Okinawa dan mengajarkan ilmu yang sudah diperoleh di Cina.

Pada tahun 1477 Raja Soshin di Okinawa memberlakukan larangan pemilikan senjata bagi golongan pendekar. Tahun 1609 Kelompok Samurai Satsuma dibawah pimpinan Shimazu Iehisa masuk ke Okinawa dan tetap meneruskan larangan ini. Bahkan mereka juga menghukum orang-orang yang melanggar larangan ini. Sebagai tindak lanjut atas peraturan ini orang-orang Okinawa berlatih Okinawa-te (begitu mereka menyebutnya) dan Ryukyu Kobudo (seni senjata) secara sembunyi-sembunyi. Latihan selalu dilakukan pada malam hari untuk menghindari intaian. Tiga aliranpun muncul masing-masing memiliki ciri khas yang namanya sesuai dengan arah asalnya, yaitu : Shurite , Nahate dan Tomarite.

Namun demikian pada akhirnya Okinawate mulai diajarkan ke sekolah-sekolah dengan Anko Itosu (juga mengajari Funakoshi) sebagai instruktur pertama. Dan tidak lama setelah itu Okinawa menjadi bagian dari Jepang, membuka jalan bagi karate masuk ke Jepang. Gichin Funakoshi ditunjuk mengadakan demonstrasi karate di luar Okinawa bagi orang-orang Jepang.



Gichin Funakoshi sebagai Bapak Karate Moderen dilahirkan di Shuri, Okinawa, pada tahun 1868. Funakoshi belajar karate pada Azato dan Itosu. Setelah berlatih begitu lama, pada tahun 1916 (ada yang pula yang mengatakan 1917) Funakoshi diundang ke Jepang untuk mengadakan demonstrasi di Butokukai yang merupakan pusat dari seluruh bela diri Jepang saat itu. Selanjutnya pada tahun 1921, putra mahkota yang kelak akan menjadi kaisar Jepang datang ke Okinawa dan meminta Funakoshi untuk demonstrasi karate. Bagi Funakoshi undangan ini sangat besar artinya karena demonstrasi itu dilakukan di arena istana Shuri. Setelah demonstrasinya yang kedua di Jepang, Funakoshi seterusnya tinggal di Jepang.
Selama di Jepang pula Funakoshi banyak menulis buku-bukunya yang terkenal hingga sekarang seperti "Ryukyu Kempo : Karate" dan "Karate-do Kyohan". Sejak saat itu klub-klub karate terus bermunculan baik di sekolah dan universitas.

Gichin Funakoshi selain ahli karate juga pandai dalam sastra dan kaligrafi. Nama Shotokan diperolehnya sejak kegemarannya mendaki gunung Torao (yang dalam kenyataannya berarti ekor harimau). Dimana dari sana terdapat banyak pohon cemara ditiup angin yang bergerak seolah gelombang yang memecah dipantai. Terinspirasi oleh hal itu Funakoshi menulis sebuah nama "Shoto" sebuah nama yang berarti kumpulan cemara yang bergerak seolah gelombang, dan "Kan" yang berarti ruang atau balai utama tempat muridnya-muridnya berlatih.

Simbol harimau yang digunakan karate Shotokan yang dilukis oleh Hoan Kosugi (salah satu murid pertama Funakoshi), mengarah kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Digunakan dalam karate Shotokan karena bermakna kewaspadaan dari harimau yang sedang terjaga dan juga ketenangan dari pikiran yang damai yang dirasakan Gichin Funakoshi ketika sedang mendengarkan suara gelombang pohon cemara dari atas Gunung Torao.

Sekalipun Funakoshi tidak pernah memberi nama pada aliran karatenya, murid-muridnya mengambil nama itu untuk dojo yang didirikannya di Tokyo tahun sekitar tahun 1936 sebagai penghormatan pada sang guru. Selanjutnya pada tahun 1949 Japan Karate Association (JKA) berdiri dengan Gichin Funakoshi sebagai instruktur kepalanya.

Shotokan adalah karate yang mempunyai ciri khas beragam teknik lompatan (lihat Enpi, Kanku Dai, Kanku Sho dan Unsu), gerakan yang ringan dan cepat. Membutuhkan ketepatan waktu dan tenaga untuk melancarkan suatu teknik.

Gichin Funakoshi percaya bahwa akan membutuhkan waktu seumur hidup untuk menguasai manfaat dari kata. Dia memilih kata yang yang terbaik untuk penekanan fisik dan bela diri. Yang mana mempertegas keyakinannya bahwa karate adalah sebuah seni daripada olah raga. Baginya kata adalah karate. Funakoshi meninggal pada tanggal 26 April 1957.


Filosofi Karate Shotokan

Shoto Niju Kun

Karate-do wa rei ni hajimari, rei ni owaru koto wo wasuruna
Karate diawali dan diakhiri dengan sopan santun

Karate ni sente nashi
Karate tidak mengenal sikap menyerang lebih dulu

Karate wa gi no tasuke
Karate adalah sebuah pertolongan untuk keadilan

Mazu jiko wo shire, shikoshite tao wo shire
Pertama-tama kenali dirimu sendiri baru orang lain

Gijutsu yori shinjutsu
Semangat lebih penting daripada teknik

Kokoro wa hanatan koto wo yosu
Bersiaplah untuk membebaskan pikiranmu

Wazawai wa getai ni shozu
Kecelakaan muncul dari kecerobohan

Dojo nomi no karate to omou na
Jangan berpikir karate hanya didalam dojo saja

Karate no jugyo wa issho de aru
Berlatih karate membutuhkan waktu seumur hidup

Arai-yuru mono wo karate kaseyo, soko ni myo-mi ari
Ubah segala hal seperti karate karena disanalah rahasianya

Karate wa yu no goto shi taezu natsudo wo ataezareba moto no mizu ni kaeru
Karate sama dengan air panas. Jika tidak kau berikan panas yang tetap maka air itu akan dingin kembali.

Katsu kangae wa motsu na makenu kangae wa hitsuyo
Jangan berpikir harus menang namun pikirkan agar tidak kalah

Teki ni yotte tenka seyo
Berubahlah sesuai dengan gerakan lawanmu

Tatakai wa kyojutsu no soju ikan ni ari
Memenangi pertarungan bergantung dari kemampuanmu mengontrol segala taktik

Hito no te ashi wo ken to omoe
Pikirkan kedua tangan dan kaki lawan seperti pedang

Danshi mon wo izureba hyakuman no tekki ari
Jika seseorang keluar dari rumah, pikirkan ada jutaan lawan tengah menunggu

Kamae wa shoshinsha ni ato wa shizentai
Pemula pertama-tama harus menguasai kuda-kuda dan sikap badan rendah, posisi badan yang alamiah/wajar untuk tingkat lanjut.

Kata wa tadashiku jissen wa betsu mono
Berlatih kata adalah satu hal dan menghadapi sebuah pertarungan nyata adalah hal yang lain lagi.

Chikara no kyojaku, karada no shinshuku, waza no kankyu wo wasaruna
Jangan lupa (1) penggunaan kekuatan dengan tenaga yang benar, (2) badan yang menyesuaikan/fleksibel, (3) penggunaan teknik dengan kecepatan yang benar

Tsune ni shinen kufu seyo
Carilah cara untuk senantiasa belajar sepanjang waktu

Kata Shotokan


Kata yang berarti bentuk resmi atau kembangan juga memiliki arti sebagai filsafat. Kata memainkan peranan yang penting dalam latihan karate. Setiap kata memiliki embusen (pola dan arah) dan bunkai (praktik) yang berbeda-beda tergantung dari kata yang sedang dikerjakan. Kata dalam karate memiliki makna dan arti yang berbeda. Bahkan kata juga menggambarkan sesuatu. Inilah kata sebagai filsafat. Oleh sebab itulah kata memiliki peranan yang penting sejak jaman dulu dan menjadi latihan inti dalam karate. Gichin Funakoshi mengambil kata dari perguruan Shorei dan Shorin. Shotokan memiliki 26 kata yang terus dilatih hingga kini. Ada yang populer ada pula yang tidak. Masing-masing kata mempunyai tingkat kesulitan sendiri-sendiri. Karena itu wajib bagi tiap praktisi Shotokan untuk mengulang berkali-kali bahkan ratusan kali.


Kata

Arti

Nama Asli

Heian Shodan

Pikiran yang damai (1)

Pinan Nidan

Heian Nidan

Pikiran yang damai (2)

Pinan Shodan

Heian Sandan

Pikiran yang damai (3)

Pinan Sandan

Heian Yondan

Pikiran yang damai (4)

Pinan Yondan

Heian Godan

Pikiran yang damai (5)

Pinan Godan

Tekki Shodan

Satria yang kuat, kuda-kuda yang kuat (1)

Naihanchi

Tekki Nidan

Satria yang kuat, kuda-kuda yang kuat (2)

Tekki Sandan

Satria yang kuat, kuda-kuda yang kuat (3)

Bassai Dai

Menembus benteng (besar)

Passai

Kanku Dai

Menatap langit (besar)

Kushanku

Enpi

Burung layang-layang terbang

Wanshu

Hangetsu

Bulan separuh

Seishan

Jion

Nama biksu Budha, pengampunan

Jion

Nijushiho

24 langkah

Niseishi

Sochin

Memberi kedamaian bagi orang banyak

Sochin

Bassai Sho

Menembus benteng (kecil)

Kanku Sho

Menatap langit (kecil)

Jitte

Bertarung seolah-olah dengan kekuatan 10 orang

Jitte

Chinte

Tangan yang luar biasa

Chinte

Meikyo

Cermin jiwa

Rohai

Jiin

Gema Kuil, Dasar kuil

Gankaku

Bangau diatas batu

Chinto

Wankan

Mahkota raja

Wankan

Gojushiho Sho

54 langkah (kecil)

Gojushiho Dai

54 langkah (besar)

Useishi

Unsu

Tangan seperti (menyibak) awan di angkasa

Hakko

Berlatih Karate di Jepang

Bagaimana bentuknya latihan karate di Jepang ? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita mampir ke Japan Karate Association (JKA). JKA adalah institusi resmi karate yang diakui oleh pemerintah Jepang. Didirikan sejak bulan Mei 1949, institusi ini diakui sebagai “penjaga tertinggi tradisi karate” yang sesuai dengan semangat bushido. Misinya selain menjaga tradisi karate adalah menyebarkan seni bela diri ini ke seluruh penjuru dunia.

Begitu banyaknya perguruan karate didunia mengarah kepada trend karate sebagai olah raga seperti bela diri lain yang dipertandingkan di even resmi seperti olimpiade. Namun di JKA tidak mengikuti trend, karena filosofi yang mereka pegang adalah menggunakan karate sebagai jalan hidup. Pikiran, tubuh dan jiwa harus berkembang secara bersama-sama. Menggunakan karate sebagai olah raga tidak sesuai dengan semangat sejati dari seni bela diri ini dengan kata lain hanya akan meninggalkan esensi dari karate itu sendiri.
JKA sampai saat ini telah banyak menghasilkan banyak karateka terbaik di dunia Ini beberapa sebabnya: di JKA seluruh pelatih bekerja full time, tidak ada dari mereka yang bekerja sambilan sebagai guru karate (seperti kebanyakan di tanah air). Mereka memang dibayar untuk melatih dan lebih dari itu mereka adalah orang-orang yang telah terpilih menjadi instruktur. Tidak asal sabuk hitam yang bisa memenuhi posisi ini. Hasilnya teknik-teknik mereka terlihat pada setiap anak didik mereka. Dedikasi mereka adalah demi menyampaikan esensi sejati dari karate pada setiap anak didiknya.

Karate JKA memiliki teknik yang selalu dimprovisasi dan selalu diteliti. Setiap teknik karate di JKA selaku solid, bedasarkan riset dan teori berdasarkan fisik manusia. Hasilnya, teknik-teknik selalu stabil dalam gerakan yang kemudian terlihat dalam turnamen. Karate JKA memiliki akar yang kuat. JKA melatih karate aliran Shotokan, salah satu aliran terbesar di Jepang sekaligus salah satu yang tertua dan paling tradisional. Dikembangkan secara langsung turun-temurun dari aslinya melalui sejarah yang panjang dan tradisi yang besar.
JKA memberikan program pelatihan khusus instruktur. Program ini diberikan bagi karateka yang memiliki keberanian, kecakapan dan memiliki kemampuan yang lebih. Program yang melelahkan ini ditempuh selama dua tahun. Selama itu tiap peserta program ini berlatih di dojo utama JKA, dan tiap bulan wajib memberikan hasil penelitian yang spesifik sesuai dengan tema yang diberikan oleh seniornya. Mereka yang lulus dari program ini dan memenuhi persyaratan akan diterima sebagai instruktur profesional.

JKA tidak mengenal kelas berat atau sistem setengah angka. Inilah salah satu ciri khas kumite di JKA dimana umumnya aliran karate lain menerapkan angka berlipat (misalnya 3 angka untuk tendangan kearah kepala, 2 angka untuk tendangan kearah tubuh bagian tengah, 1 angka untuk segala pukulan), tapi di JKA jauh lebih ketat dimana hanya dikenal satu angka yaitu ippon. Yang berarti “Kau jatuhkan lawanmu dan menang” atau berarti penggunaan teknik yang efektif (waza-ari) tidak bergantung seberapa besarnya lawan.

JKA memfokuskan untuk berlatih karate. Tidak seperti kebanyakan organisasi karate lain yang memfokuskan pada turnamen, di JKA tidak didirikan untuk tujuan seperti yang demikian. Sekalipun bisa saja JKA bertindak sebagai sponsor suatu turnamen, namun fokus utamanya adalah tetap berlatih karate dan sebagai sebuah jalan hidup.


Bagaimana, tertarik untuk medaftarkan diri berlatih di JKA ? Anda dapat mendaftar secara individu atau berkelompok di dojo perwakilan JKA. Jika mendaftar secara individu Anda dapat menghubungi dojo perwakilan JKA yang terdekat yang akan memberikan informasi tentang dojo disekitar Anda termasuk cara pendaftaran dan biayanya (Indonesia: Inkai)

Jika Anda mendaftar beregu, maka seluruh pendaftaran dan segala yang bersifat afiliasi harus diketahui dan disetujui oleh dojo pusat JKA di Tokyo. Selanjutnya dojo utama JKA di Tokyo akan mereview aplikasi Anda merundingkannya bersama dojo perwakilan JKA tingkat daerah dengan dojo perwakilan tingkat nasional. Jika disetujui, Anda akan dikirim surat persetujuan dari dojo pusat JKA.

Besar biaya yang diperlukan untuk berlatih karate di dojo pusat JKA untuk umum – baik laki-laki atau perempuan – dikenakan biaya pendaftaran sebesar 10.000 yen, iuran bulanan sebesar 10.000 yen dan iuran tahunan sebesar 4.500 yen. Untuk pelajar – dari mahasiswa dan SMU – dikenakan biaya pendaftaran sebesar 10.000 yen, iuran bulanan sebesar 8.000 yen dan iuran tahunan sebesar 4.500 yen. Sedangkan untuk anak-anak – sekolah dasar & setingkat SMP - dikenakan biaya pendaftaran sebesar 10.000 yen, iuran bulanan sebesar 7.000 yen dan iuran tahunan sebesar 4.500 yen.

Selain biaya tersebut peserta latihan juga dikenakan biaya asuransi sebesar 1.400 yen untuk umum dan 450 yen untuk anak-anak. Jumlah ini belum tentu sama dengan dojo perwakilan di tiap negara. Anggota yang mendaftar sebelum tanggal 10 di bulan yang bersangkutan wajib membayar iuran bulanan penuh. Anggota yang mendaftar antara tanggal 10 s/d 20 wajib membayar iuran sebesar 4.000 yen ditambah iuran bulan berikutnya. Anggota yang mendaftar setelah tanggal 20 membayar iuran sebesar 2000 yen ditambah iuran bulan berikutnya. Jumlah ini tentu terbilang mahal bagi kita yang hidup di tanah air.

Sedangkan jadwal latihan dibagi dalam dua kategori. Senin sampai Jumat (kihon / kumite) terbagi dalam 4 sesi latihan (mulai jam 10:30 – 11:30 siang, 4:30 – 5:30 sore, 6:00 – 7:00 sore, 7:05 – 8:05 malam). Hari Sabtu khusus untuk materi kata saja yang terbagi atas 3 sesi latihan (mulai 12:00 – 1:00 siang, 4:00 – 5.30 sore, 5.30 – 7.00 sore). Sedangkan hari Minggu latihan libur.

Tiap tahun JKA selalu dikunjungi oleh anggota-anggota mereka dari luar negeri. Mereka adalah karateka yang dojonya telah diakui dan telah terdaftar sebagai dojo anggota JKA. Umumnya mereka berlatih selama beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. JKA melarang peserta latihan menginap di dojo,selain itu JKA tidak memberikan bantuan yang bersifat finansial, bertindak sebagai sponsor untuk memperoleh visa atau dokumen keimigrasian. Namun pihak JKA dengan senang hati memberikan bantuan berupa informasi tentang tempat penginapan yang murah, tempat pelayanan kesehatan, tempat perbelanjaan dan tempat-tempat penting lain yang mungkin dibutuhkan peserta latihan selama di Jepang.


Haruskah Kiai ?


Kiai, yang berarti teriakan semangat merupakan salah satu komponen penting dalam berlatih karate. Bukan sekedar mengeluarkan udara dan suara sekeras-kerasnya, namun lebih dari itu. Kiai yang salah hanya akan membahayakan karateka itu sendiri, karena dalam kondisi itu akan mudah diserang. Bahkan dalam serangan yang lemah sekalipun. Hal ini sering terjadi dalam turnamen. Mungkin karena terlambat kiai akhirnya serangan lawan masuk. Dan bisa ditebak, sakitnya jangan ditanya lagi. Belajar dari pengalaman, ternyata kiai ketika kita dipukul lebih sakit daripada kita dalam latihan biasa (yang tidak ada lawannya tentu saja !).

Nah, kembali ke masalah kiai tadi. Secara teori sebenarnya ada tiga manfaat poin penting dalam kiai. Yang pertama tentu saja menunjukkan semangat bertarung alias fighting spirit kita. Jelas kita nggak mungkin bertanding tanpa mengeluarkan suara. Seorang teman bilang, “Nggak seru deh, rasanya kok nggak niat”, begitu katanya. Dan rasanya pendapat itu tidak salah juga. Coba bayangkan sendiri kalau Anda kumite dengan lawan yang seperti itu. Dalam sesi latihan biasanya kiai pada gerakan kelima atau kesepuluh, jika berlatih dasar (kihon). Atau pada teknik yang terakhir. Umumnya senior/pelatih akan memberikan aba-aba untuk berteriak.

Jangan dikira kiai adalah pekerjaan mudah. Umumnya sering saya melihat yunior-yunior sangat sulit kalau disuruh kiai setiap akhir suatu teknik. Kalau murid pemula seharusnya tidak masalah, tapi kalau murid tingkat lanjut ? Tentu ini jadi masalah kalau harus turun dalam turnamen resmi. Karena fungsi kiai disini juga untuk mengantisipasi cedera dalam kumite. Kedua, mempengaruhi lawan. Bagaimana bisa dengan hanya berteriak lawan akan terpengaruh bahkan sampai ketakutan. Ada istilah kiai jutsu dalam dunia bela diri, dimana dengan hanya berteriak maka lawan akan mengurungkan serangan.

Rahasianya ternyata cukup simpel, dimana saat kita berteriak harus dilandasi dengan semangat berperang yang sungguh-sungguh tanpa keraguan dan ketakutan. Yang pasti saya tidak mengatakan ini mudah, karena saat kita maju menghadapi lawan ketakutan pasti ada. Dan rasanya itu hal yang manusiawi. Sedangkan yang terakhir, kiai bisa juga berfungsi sebagai elemen yang meningkatkan tenaga dengan memberi penekanan pada otot.

Dalam suatu acara demonstrasi, umumnya acara puncaknya adalah tameshi-wari(pemecahan). Kalau Anda perhatikan, si peraga tentu kiai saat memecahkan batu, kayu, es atau apapun yang menjadi bahan tameswarenya. Tidak masalah dengan menggunakan bagian tubuhnya yang mana untuk memecahkan. Tentu saja dengan memecahkan harus didukung dengan pernapasan dan kime (fokus/konsentrasi) yang benar. Nah, itulah rahasianya kiai. Tapi boleh dong kalau saya menambahkan satu lagi. Kiai juga bisa membuat kita lebih rileks dan segar alias fresh. Dan memang dari sudut psikologi berteriak adalah salah satu cara menghilangkan ketegangan fisik dan pikiran. Anda setuju ?

Sejarah Tora No Maki


Selain berlatih karate, Funakoshi juga belajar seni sastra. Tampaknya hal ini berpengaruh besar pada munculnya simbol harimau yang kemudian lazim dikenal dengan Tora no Maki yang digunakan oleh Shotokan dan Shotokai saat ini.

Ketika Funakoshi masih muda, dia gemar berjalan-jalan dalam kesunyian diantara pohon-pohon cemara yang mengelilingi rumahnya di Shuri, Okinawa. Setelah sehari yang berat diisi dengan mengajar di beberapa sekolah di daerahnya ditambah beberapa jam lebih diisi dengan latihan karate yang giat, dia kerap kali akan mendaki Gunung Torao dan kemudian bermeditasi diantara pepohonan cemara dibawah bintang-bintang dan bulan yang terang. Gunung Torao amatlah dekat, gunung ini ditumbuhi pepohonan hingga begitu lebatnya yang apabila diamati dari kejauhan menyerupai ekor seekor harimau. Dalam kenyataannya nama Torao memang berarti ekor harimau.

Pada waktu-waktu berikutnya, Funakoshi menerangkan bahwa angin dingin yang berdesir diantara pepohonan cemara di Gunung Torao membuat pohon-pohon tersebut bergerak seperti layaknya gelombang yang memecah di pantai. Demikianlah, sejak didapatkannya inspirasi itu dia memilih nama Shoto yang selalu dibubuhkannya sebagai tanda tangan di akhir karya tulisnya.

“Shoto” sebagai nama yang ditulis oleh Funakoshi memiliki arti pohon cemara yang bergerak laksana gelombang. Sedangkan “kan” berarti ruang atau balai utama (yang kemungkinan besar tempat murid-muridnya berlatih. Nama ini kemudian dianugerahkan oleh murid-muridnya sebagai penghormatan pada Funakoshi dengan ditulis pada papan nama dojo yang dibangun di Tokyo tahun 1936.

Munculnya simbol harimau yang dikerjakan oleh Hoan Kosugi ini tidak begitu jelas. Sumber pertama menyebutkan ketika Funakoshi berniat kembali ke Okinawa dirinya didatangi oleh Hoan Kosugi. Seorang pelukis ternama saat itu yang meminta pelajaran karate bagi dirinya dan teman-temannya di Kelompok Tabata. Perkumpulan ini adalah wadah berkumpulnya para seniman yang terbaik di masa itu. Kosugi meminta pelajaran dari Funakoshi karena saat itu dia tidak menemukan guru karate yang lebih pantas dari Funakoshi.

Ketika itu Funakoshi berniat menulis buku Ryukyu Kempo Karate, Kosugi mengatakan pada Funakoshi kalau dirinya bersedia melukis sampul depannya. Kosugi kemudian melukis gambar harimau yang disebutnya Tora no Maki. Di Jepang istilah Tora no Maki merupakan istilah resmi bagi karya tulis untuk suatu seni atau suatu sistem. Kosugi menjelaskan pada Funakoshi bahwa buku yang akan ditulisnya akan menjadi “Tora no Maki” nya karate. Dan sejak kata “tora” berarti harimau, Kosugi melukis gambar harimau sebagai simbolnya.

Sumber lain mengatakan kalau Kosugi sangat terkesan dengan latihan karate yang diterimanya dari Funakoshi. Kemudian ketika didengarnya Funakoshi akan menulis buku dengan segera dia mengusulkan diri untuk melukis sampulnya. Dikatakan bahwa Kosugi mengambil ide harimau karena menurut kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Harimau mempunyai sifat yang tenang namun tetap waspada. Perasaan ini dirasakan oleh Kosugi ketika berlatih dibawah Funakoshi. Tampaknya makna ini dikemudian menjadi sangat populer.

Funakoshi sangat terkesan ketika diterimanya hasil karya Kosugi ini. Mengingatkannya akan kenangan masa mudanya ketika masih mendaki gunung Torao. Funakoshi berniat membayar hasil karya ini, namun Kosugi menolaknya. Kosugi hanya meminta Funakoshi mengajarinya karate berikut filosofi besar yang terkandung didalamnya. Terharu mendengar jawaban ini, Funakoshi menerima tawaran itu dan merekapun terus menjalin persahabatan baik.

Ada juga sumber yang mengatakan bahwa Funakoshi sendiri yang meminta pada Kosugi untuk melukis simbol harimau itu baginya. Setelah diketahuinya Kosugi adalah seorang pelukis yang pandai.

Tidak dapat dipastikan mana yang pasti dari kisah-kisah itu. Barangkali diantara kisah-kisah itu ada yang benar. Namun yang pasti Funakoshi kemudian menggunakan lukisan harimau itu sebagai sampul depan bukunya Ryukyu Kempo Karate yang terbit tahun 1922.

Setelah meninggalnya Funakoshi seluruh aset, dokumen berikut lukisan harimau diserahkan kepada Shigeru Egami oleh keluarga Funakoshi. Egami sendiri di kemudian hari tetap pada Shotokai sebagai organisasinya.

Aliran Karate


Gichin Funakoshi (1868 – 1957) karena luas pengetahuannya baik budaya dan teknik yang dimilikinya diberikan kepercayaan oleh para ahli bela diri Okinawa untuk melakukan demonstrasi karate di luar Okinawa untuk pertama kalinya tahun sekitar 1916 di Butokukai. Selanjutnya Funakoshi diundang ke Jepang sekitar tahun 1921 memenuhi undangan calon Kaisar Jepang untuk mengadakan demonstrasi karate. Sebagai hasilnya, demonstrasi itu menarik banyak kalangan - termasuk Jigaro Kano pendiri Judo - dan sejak saat itu Funakoshi tinggal di Jepang untuk terus mempromosikan karate. Sejak saat itu klub-klub karate bermunculan di Jepang baik di sekolah, universitas dan lembaga-lembaga lain. Sejak awal masuknya ke Jepang sebenarnya tidak ada aliran dalam karate. Dengan kata lain hanya satu karate yang diajarkan oleh Funakoshi, dan itupun tidak ada namanya. Sebagaimana juga telah diulas dalam artikel sebelumnya, Funakoshi tidak pernah menyebut alirannya dengan nama Shotokan atau apapun. Dan sebenarnya Funakoshipun tidak setuju dengan perpecahan atau pemberian nama aliran – temasuk pada karate yang diajarkannya. Nama Shotokan adalah nama dojo yang didirikan tahun 1936 di Tokyo. Nama itu diajukan oleh murid-muridnya sebagai penghormatan pada Funakoshi.

Walaupun antusias masyarakat Jepang pada karate begitu besar, perkembangan karate bukan lantas mudah begitu saja namun tetap penuh perjuangan yang melelahkan. Kembali ke tahun 1935 setahun sebelum didirikannya dojo Shotokan di Tokyo, saat itu Funakoshi membutuhkan begitu banyak dana & bantuan untuk mendirikan dojo. Kemudian Funakoshi membentuk Shotokai, sebuah organisasi yang khusus menangani masalah ini. Dengan demikian saat itu Funakoshi menjabat dua posisi : instruktur kepala di dojo cikal bakal Shotokan dan kepala Shotokai. Dari huruf kanjinya, Shotokai terbentuk dari tiga huruf kanji : Sho berarti pohon cemara, To berarti gelombang, Kai berarti organisasi atau perkumpulan. Shotokai berarti Organisasi Shoto atau Organisasi yang didirikan Gichin Funakoshi. Sedangkan Shotokan terbentuk dari tiga huruf kanji Sho berarti pohon cemara, To berarti gelombang, Kan berarti ruang atau balai utama tempat berlatih. Jadi perbedaan nama hanya terletak pada huruf kanji terakhirnya. Tahun 1936 akhirnya dojo tersebut berhasil didirikan di Tokyo, menjadi gedung utama saat itu bagi Funakoshi dan murid-muridnya dan nama Shotokan diusulkan oleh pengikut Funakoshi. Pada tahun yang sama menggunaan nama ”karate-do” sebagai seni bela dirinya, dan seluruh ahli bela diri Okinawa setuju dengan ini. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1951 Shotokai bersatu kembali. Organisasi ini selanjutnya memperkuat eksistensinya tahun 1956. Tujuannya adalah mewujudkan tujuan karate yang sejati, sebagai seni jalan hidup dan bukan untuk olah raga. Tahun 1957 Gichin Funakoshi meninggal dunia. Keluarga Funakoshi menyerahkan seluruh aset, dokumen berikut simbol harimau kepada Shotokai sebagaimana permintaan terakhir Funakoshi. Setelah Funakoshi meninggal para pengikut Funakoshi terpecah menjadi dua kelompok. Satu kelompok di pihak yang saat ini dikenal dengan Japan Karate Association (JKA) yang kemudian lebih dikenal dengan nama Shotokan. Sementara kelompok yang lain adalah Shotokai yang yang masih sangat setia dengan ajaran dari Funakoshi. Walaupun berpegang pada filosofi yang sama, satu-satunya penghalang antara dua kelompok ini adalah turnamen, kompetisi dan yang semacamnya harus diperkenalkan dan diadakan. Cukup dimaklumi sejak Funakoshi melarang adanya kompetisi yang selalu diusulkan oleh beberapa pengikutnya. Selanjutnya, setelah Funakoshi meninggal Shigeru Egami dan Genshin Hironishi berbagi tanggung jawab untuk memimpin Shotokai. Shigeru Egami adalah salah satu murid Funakoshi yang paling awal sekaligus paling setia. Setelah bertahun-tahun berlatih, Egami menemukan cara yang lebih efisien dalam melancarkan suatu teknik. Teknik dilancarkan dengan pikiran dan tubuh yang rileks. Setelah menemukan metode ini Egami menyarankan metode ini untuk digunakan dalam latihan-latihan selanjutnya. Inilah yang menjadi dasar dari Shotokai. Apa yang terlihat saat ini gerakan dalam Shotokai terlihat mengalir lebih natural, penuh tenaga namun dilakukan sejalan dengan prinsip harmonis dan relaksasi menghindari gerakan yang cenderung kasar. Karena itulah sejak Egami menyarankan metode latihan yang baru, sekalipun Shotokai adalah nama perkumpulan/organisasi maka banyak pihak yang beranggapan Shotokai telah menjadi suatu aliran karate.

Tujuan seseorang berlatih karate sangat beragam. Ada yang berlatih karate demi tujuan membela diri, ada pula yang demi mencapai kondisi fisik yang lebih baik, sementara ada pula yang demi meraih medali dan penghargaan. Jika Anda termasuk orang yang memilih salah satu dari ketiga alasan diatas, maka Anda tidak cocok berlatih di Shotokai. Shotokai lebih cenderung melatih karate sebagai filosofi.
Shigeru Egami selalu menjaga Shotokai tidak mengikuti turnamen atau kompetisi dan semacamnya bahkan hingga saat ini. Tampaknya inilah yang benar-benar membedakan Shotokai dengan Shotokan. Dalam salah satu tulisannya Egami menyatakan, ” Pertama-tama kita belajar karate sebagai sebuah teknik bertarung, kemudian dengan berlalunya waktu dan pengalaman kita akan memahami hakikat jiwa dan mampu membuka diri kita untuk bersatu dengan orang lain yang ingin bertarung dengan kita. Ini adalah prinsip yang mengajak kita untuk hidup bersama-sama dalam kedamaian.” Selain Shigeru Egami ada pula Genshin Hironishi (1913 – 1999) yang berlatih karate dibawah Gichin Funakoshi dan Yoshitaka Funakoshi (anak Funakoshi). Hironishi mengambil alih posisi Presiden Shotokai dari Egami setelah meninggal akibat penyakit cerebral embolia. Sebagai aliran yang tidak berorientasi pada kompetisi dan turnamen, Shotokai lebih memfokuskan pada pengembangan karakter pengikutnya melalui berlatih karate-do sebagai jalan hidup, filosofi hidup dan pengembangan energi internal (ki). Hal ini tentu saja terlihat sangat kontras dengan kenyataan berbagai aliran / perguruan karate di dunia saat ini mayoritas menggunakan karate sebagai olah raga yang bersifat kompetisi. Dimana terlihat mereka (umumnya yang berusia muda) akan terlihat lebih mendominasi dengan kondisi fisik yang prima Dalam Shotokai berprinsip bahwa karate adalah seni dari sopan santun sebagaimana telah dikatakan sebelumnya bahwa karate dimulai dan diakhiri dengan memberi hormat. Dengan berlatih karate seorang praktisi Shotokai dapat membangkitkan keberanian, mencapai semangat Budo dan mencapai kedisplinan diri dan juga watak kebajikan.

Seperti halnya aliran karate lainnya, Shotokai juga melatih tiga materi utama dalam karate yaitu kihon, kumite dan kata. Kata dalam Shotokai dapat dilatih oleh praktisinya dari berbagai usia baik laki-laki atau perempuan, dan tentu saja anak-anak. Walaupun nama Shotokai hampir mirip dengan Shotokan, kata yang dilatih dalam Shotokai sedikit berbeda dengan milik Shotokan. Ada 19 kata yang dilatih dalam Shotokai, yaitu :

Taikyoku Shodan, Nidan, Sandan
Heian Shodan, Nidan, Sandan, Yondan, Godan
Bassai
Kanku
Enpi
Gankaku
Jutte
Hangetsu
Jion
Tekki Shodan, Nidan, Sandan
Ten-no-kata

Taikyoku adalah kata yang sangat mirip dengan Kata Heian. Menurut legenda kata ini Gichin Funakoshi yang mengajarkan pertama kali. Kata Taikyoku diajarkan untuk pengenalan pemula pada karate. Teknik – tekniknya juga lebih sederhana daripada kelima Kata Heian. Jika ingin melihat bagaimana bentuk kata Taikyoku ini - sejak Shotokai kurang begitu populer di tanah air - kurang lebihnya Anda dapat melihat di Kyokushinkai. Karena Masutatsu Oyama yang merupakan pendiri Kyokushinkai sebelum mendirikan alirannya sendiri juga pernah belajar pada Gichin Funakoshi.

Ten-no-kata menurut cerita – cerita sebelumnya adalah kata yang diajarkan oleh Yoshitaka Funakoshi (anak Funakoshi), namun ada juga yang menyatakan Gichin Funakoshi yang mengajarkan kata ini pertama kali. Ten-no-kata terdiri dari dua versi, Ten-no-kata Omote yang berupa metode latihan kumite tanpa pasangan. Ten-no-kata Omote terdiri dari gerakan tangkisan bawah ditambah serangan, tangkisan tengah ditambah serangan dan tangkisan atas ditambah serangan.

Versi kedua dari Ten-no-kata adalah Ten-no-kata Ura. Pada versi kedua Ten-no-kata ini adalah metode latihan yang dilakukan dengan berpasangan. Terdiri dari enam gerakan pada sasaran tengah dan atas, dimana satu orang menyerang dan lawannya akan menangkis dengan bergerak maju dan mundur secara bergantian. Baik Ten-no-kata Omote dan Ura adalah latihan awal untuk kumite.

Dalam Shotokai seorang praktisi kata belajar tiga elemen penting dalam karate ; aplikasi kuat dan lemah dalam kekuatan, cepat dan lambat gerakan, peregangan dan pengerutan otot-otot tubuh. Selain itu praktisi karate Shotokai juga belajar irama, ketepatan waktu, jarak, pernapasan dan aliran tenaga yang menjadi esensi dari karate. Memahami makna setiap teknik Dalam hal ini tujuan dan aplikasi kata Shotokai sama dengan aliran lain. Yang membedakan dalam Shotokai gerakan terlihat lebih natural mengalir alami. Cukup dimaklumi sejak hal ini dipengaruhi filosofi Shotokai yang melakukan gerakan harus rileks dan menjauhi gerakan yang cenderung kasar.

Bagaimana dengan kumitenya ? Sebelum masuk tahap kumite, praktisi Shotokai wajib belajar Ten no kata (Omote dan Ura) yang berisi rangkaian teknik-teknik kihon yang sudah ditentukan. Dalam Shotokai, seorang karateka tidak akan bisa masuk tahap Jiyu Kumite (kumite dengan teknik yang bebas / tidak ditentukan lagi) kecuali telah berlatih minimal setahun (intensif).
Alasan dibalik ini kumite sangat berbahaya jika dilancarkan oleh murid pemula atau tingkat lanjut yang belum bisa mengontrol tekniknya dengan baik, sehingga resiko cedera juga semakin meningkat. Bahkan Shigeru Egami melarang keras seorang praktisi Shotokai melakukan jiyu kumite kecuali sudah mencapai tingkatan minimal sabuk hitam sandan.

Sedangkan untuk peringkat sabuknya, saat ini Shotokai di Jepang membedakan untuk kelas anak-anak dan dewasa. Kelas anak-anak akan dimulai dari usia minimal sebelum masuk sekolah dasar sampai dengan sekolah mengah pertama. Peringkat sabuk untuk kelas anak-anak dimulai dari kyu 18 – 16 dengan sabuk berwarna putih sampai dengan tingkat shodan dengan sabuk hitam bergaris putih. Sedangkan untuk kelas dewasa dimulai dari usia minimal setingkat SMU sampai yang lebih tua. Peringkat sabuk untuk kelas dewasa dimulai dari kyu 8 – 7 dengan sabuk putih hingga maksimal tingkat yang dapat dicapai adalah godan (dan V sabuk hitam).

Saat ini Shotokai di Jepang mengadakan ujian kenaikan tingkat dua kali setahun, sekitar bulan Juni dan November. Tidak seperti aliran karate lain yang memungkinkan praktisinya mencapai tingkat judan (dan sepuluh sabuk hitam) sebagai peringkat yang paling tinggi, di Shotokai praktisinya akan mencapai tingkat maksimal hanya sampai godan. Praktisi Shotokai yang telah memegang sabuk hitam godan akan menyandang gelar Shihan sebagaimana Gichin Funakoshi telah menentukan.

Mengapa bisa berbeda ? hal ini karena pada awal Funakoshi datang ke Jepang sekitar tahun 1932 karate tidak mengenal sistem peringkat seperti yang terlihat saat ini. Funakoshi melakukan standarisasi peringkat sabuk (kyu & dan) diinspirasi oleh Judo dan juga sebagai bentuk modernisasi karate. Saat itu Funakoshi memberikan sabuk hitam pada murid-muridnya yang lebih senior. Dalam pandangan Shotokai sabuk hitam adalah awal yang sesungguhnya dari seorang praktisi karate dalam berlatih seni bela diri ini.

Template by:
Free Blog Templates