WELCOME TO MY BLOG

23 April 2009

Sejarah Hukum Perdata

created by : Nico Sigiro

Kerajaan Romawi yang terkenal pada sekitar abad ke lima Masehi merupakan titik awal dari terbentuknya Kitab Undang - undang Hukum Perdata (KUHPer) yang masih diberlakukan di Indonesia hingga sekarang ini.
Pada masa kejayaannya, kerajaan Romawi tersebut membuat suatu hukum yang diberi nama Hukum Romawi. Hukum yang kemudian menjiwai sebagian besar hukum - hukum di negara Eropa itu, terhimpun dengan baik dalam apa yang disebut Corpus Iuris Civilis, yang dikerjakan pada sekitar abad ke-enam Masehi sebagi hasil karya besar dari seorang raja yang bernama Raja Justinianus. Kodifikasi Justinianus tersebut terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu :
  1. Institutiones; memuat tentang berbagai pengertian maupun mengenai lembaga-lembaga yang terdapat dalam hukum Romawi serta merupakan kumpulan dari Undang - undang yang ada.
  2. Pandecta; memuat himpunan pendapat para ahli hukum Romawi yang terkenal.
  3. Codex; memuat himpunan Undang - undang yang dibukukan atas perintah Kaisar Romawi.
  4. Novelles; memuat himpunan penjelasan maupun komentar terhadap Codex.
Kerajaan Romawi yang perkasa itu, yang sudah berkuasa dalam kurun waktu yang cukup lama, akhirnya tidak mampu mempertahankan dirinya lebih lama lagi. Kerajaan ini kemudian terpecah menjadi dua bagian yaitu kerajaan Romawi Barat dan kerajaan Romawi Timur. Kerajaan Romawi Barat ternyata lebih dulu runtuh daripada kerajaan Romawi Timur. Hal ini disebabkan karena terjadinya perpindahan bangsa - bangsa dari bagian Timur ke Barat yang pada akhirnya melanda pula ke Eropa Barat dan Eropa Selatan. Meskipun kerajaan Romawi yang besar itu telah lenyap, namun hukum - hukumnya masih tetap dipakai di negeri - negeri bekas jajahannya dan bahkan sangat berpengaruh terhadap negara - negara Eropa.

Timbul keinginan di Perancis untuk mengkodifikasikan hukum - hukumnya dengan usaha pertama yang dilakukan oleh Raja Lodewijk ke-XV pada 1715 M, tetapi tidak berhasil. Pada 1800, ketika Napoleon Bonaparte diangkat sebagai Konsul pertama di Perancis, ia membentuk sebuah panitia atau komisi khusus yang bertugas untuk memikirkan dan mengusahakan adanya kodifikasi hukum di Perancis. Hasil kerja komisi ini kemudian diberlakukan pada 1804 yang terkenal dengan nama Code Civil De Francais.
Code Civil ini sangat terpengaruh oleh hukum Romawi, walaupun di dalamnya banyak juga dimasukkan hukum asli bangsa Perancis, serta hukum kanonik atau Hukum Gereja (Hukum Agama) yang didukung oleh gereja-gereja Katolik. Pada saat Napoleon Bonaparte dinobatkan menjadi Kaisar bangsa Perancis, Code Civil De Francais tersebut diganti namanya menjadi Code Napoleon pada 1807. Pada waktu negeri Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis dan diperntah oleh dinasti Napoleon, maka pada 1 Mei 1809 disahkan suatu Wetboek Napoleon in Gerigt Voor Het Koningkrijk (Kitab Undang - undang Napoleon yang disesuaikan dengan kerajaan Belanda).

Setelah negeri Belanda lepas dari kekuasaan Perancis, ternyata pemerintah Belanda sendiri, seperti halnya Bangsa Indonesia sesudah proklamasi, tidak begitu saja bisa cepat - cepat mengganti perundang-undangan peninggalan Perancis itu dan bahkan pemerintah Belanda lebih cenderung untuk tetap mempertahankan Undang - undang itu dengan menyesuaikan saja di sana - sini dengan kepentingan negeri Belanda. Oleh sebab itu dapat diambil kesimpulan bahwa pada waktu itu belum ada peraturan yang berlaku umum untuk seluruh wilayah, sehingga akibatnya kepastian hukum sukar diperoleh. Karena tidak terdapatnya kepastian hukum, maka timbul kemudian keinginan untuk menghimpun berbagai hukum itu ke dalam suatu kodifikasi atau kitab hukum, agar kemudian dapat diperoleh keseragaman dan kepastian hukum.
Pada 1814, Kemper seorang guru besar di bidang hukum di negeri Belanda mengusulkan kepada pemerintahnya agar membuat kodifikasi sendiri yang memuat kumpulan hukum Belanda Kuno, meliputi; hukum Romawi, Hukum Perancis dan Hukum kanonik (gereja) sehingga ia membuat draft Undang - undang tersebut yang diberi nama Rancangan 1816. Namun sayang sekali, Rancangan 1816 tersebut ditolak oleh Parlemen pada 1822.
Tidak lama setelah itu (1822 - 1829), dibentuk komisi baru dengan tujuan yang sama yaitu untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi hukum di negeri Belanda. Berdasarkan Surat Keputusan Raja 1 Februari 1831, terdapat beberapa aturan - aturan (undang-undang) yang disatukan dalam satu Wetboek atau Kitab Hukum, diantaranya :
  1. Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang - undang Hukum Dagang.
  2. Burgerlijke Wetboek (BW) atau Kitab Undang - undang Hukum Perdata
  3. Burgerlijke-Rechtsvorderings (BRv) atau Kitab Undang - undang Hukum Acara Perdata
  4. Straafvordering (SV) atau Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana
Dengan adanya Surat Keputusan Raja 10 April 1838, stb. No. 12/1838, diundangkanlah semua wetboek diatas dan dinyatakan berlaku mulai 1 Oktober 1838.

Dan seperti yang kita ketahui bahwa Belanda telah menjajah bangsa Indonesia dengan waktu yang tidak sangat singkat. Pada waktu menjajah itulah, negeri Belanda menerapkan hukum Belanda nya di Indonesia sehingga Indonesia mau tak mau masih menggunakan hukum bekas peninggalan Belanda tersebut hingga sekarang ini berdasarkan asas konkordansi. Asas konkordansi ini (Concodantie beginsel) ini tercantum dalam pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) yang juga merupakan dasar berlakunya BW dan WvK di Hindia Belanda/Indonesia yang diberlakukan sejak 1 Mei 1848.


0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates